Jumat, 05 Agustus 2011

ASKEP Impaksi Serumen


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing).
Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambyt atau benda lain akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke dalam (dapat menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma terhadap kulit dan dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga dan akhirnya dapat menyebabkan impaksi,otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan kehilangan pendengaran.

B.     Tujuan
a.      Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan seminar diharapkan mahasiswa mengerti tentang Impaksi Serumen

b.      Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan seminar mahasiswa mengerti tentang :
a.       Pengertian impaksi serumen
b.      Etiologi impaksi serumen
c.       Patofisiologi dan phatway impaksi serumen
d.      Kompliksi impaksi serumen
e.       Pemeriksaan penunjang impaksi serumen
f.       Asuhan keperawatan impaksi serumen


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.      Pengertian
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Mansjoer, Arif :1999).

B.       Etiologi
Adapun faktor penyebab dari impaksi serumen, antara lain:
ü  Dermatitis kronik pada telinga luar,
ü  Liang telinga sempit,
ü  Produksi serumen terlalu banyak dan kental,
ü  Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek telinga).

C.      Anatomi Fisiologi
Telinga luar terdiri dari aurikula atau pinna dan kanalis auditoris eksternus, dipisahkan oleh telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membran timpani. ( gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat kesisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago terutama kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat didepan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporomandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 cm. 1/3 lateral mempunyai rangka kartilago dan fibrosa padat dimana kulit melekat. 2/3 medial terdiri Dario tulang yang dilapisi kulit tipis . kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrane timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seminurosa, yang mensekresi substansi seperti lilin disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar telinga. Saerumen nampaknya mempunyai sifat anti bakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

D.      Patofisiologi
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran. usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.
Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan.

E.       Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita penyakit impaksi serumen, antara lain :
Ø  Pendengaran berkurang.
Ø  Nyeri di telinga karena serumen yang keras membatu menekan dinding liang telinga.
Ø  Telinga berdengung (tinitus).
Ø  Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)

F.       Pemeriksaan Penunjang
1.    CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang
2.    Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn resolusi inf.
3.    Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali normal beberapa bulan setelah resolusi klinik
4.    MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
5.    Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotic
6.    Uji Weber
memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pende¬ngaran unilateral.
7.    Uji Rinne
gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid (kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah

G.      Penatalaksanaan
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara lain:
1.      Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator (pelilit).
2.      Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
3.      Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
4.      Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.

H.     
Terdorongnya serumen kelubang lebih dalam
 
Dermatitis kronik pada telinga
 
Phatway
 


























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN IMPAKSI SERUMEN

A.    Pengkajian
1.    Biodata pasien dan penanggung jawab
2.    Riwayat kesehatan
a.    Keluhan utama saat MRS
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri, telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo).
b.    Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit impaksi serumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar.
3.    Pola kebutuhan dasar manusia
Pola kebutuhan dasar manusia meliputi :
a.       Pola napas
b.      Pola makan dan minum
c.       Pola eliminasi (BAB dan BAK)
d.      Pola istirahat dan tidur
e.       Pola berpakaian
f.       Pola rasa nyaman
g.      Pola kebersihan diri
h.      Pola rasa aman
i.        Pola komunikasi
j.        Pola beribadah
k.      Pola produktivitas
l.        Pola rekreasi
m.    Pola kebutuhan belajar

B.     Diagnosa
1.    gangguan rasa aman nyaman (nyeri) b.d penekanan pada dinding telinga
2.    gangguan persepsi sensori b.d gangguan tranmisi bunyi
3.    resiko infeksi b.d luka kulit yang terkontaminasi dengan bakteri
4.    gangguan citra diri b.d perubahan bentuk kulit

C.    Intervensi
Dx.1 gangguan rasa aman nyaman (nyeri) berhubungan dengan penekanan pada dinding telinga
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam tidak terjadi nyeri
KH : pasien tampak Rileks dan nyeri berkurang
Intervensi :
1.      kaji ulang keluhan nyeri perhatikan tempat dan karakteristik.
2.      Berikan posisi yang nyaman pada pasien
3.      Dorong mengunakan teknik manajemen nyeri seperti : nafas dalam
4.      Kolaborasi pemberian obat analgetik (sesuai indikasi)

dx.2 gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan tranmisi bunyi
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 x 24 jam tidak terjadi gangguan persepsi sensori
KH : pasien dapat mendengar dengan baik
Intervensi :
1.      mengajari teknik berbicara dan mendengar
2.      mengajari komunikasi non verbal
3.      anjurkan keluarkan atau orang terdekat selalu didekatnya
4.      anjurkan klien dan keluarga untukpatuh pada progam terapi
Dx. 3 resiko infeksi berhubungan dengan luka kulit yang terkontaminasi dengan bakteri
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi tanda-tanda infeksi
KH : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
1.      kaji tanda tanda vital
2.      lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
3.      kolaborasi pemberian obat anti septic dan antibiotic
dx.4 gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk kulit
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak mengalami gangguan citra tubuh
KH : harga diri normal
1.      kaji luas gangguan persepsi dan hubungan derajat ketidakmampuan
2.      identifikasi arti diri perubahan pada pasien
3.      anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan



















DAFTAR PUSTAKA
Adams, george L, Dkk,1997, Boles : Buku Ajar Penyakit THT, Ed 6 : Jakarta. EGC
Brunner & suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC
Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC
Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs culapius


Tidak ada komentar:

Posting Komentar