Jumat, 17 Juni 2011

ASKEP Effusi Pleura


BAB I
TINJAUAN TEORITIS

A.    Pengertian
Efusi pleura adalah adanya cairan di rongga pleura lebih dari 15 ml, akibat ketidak seimbangan gaya starling. (Hj. Liza)
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)

B.     Etiologi Effusi Pleura
1.      Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2.      Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
1.      Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2.      Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3.      Peningkatan tekanan negative intrapleural
4.      Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

C.    Patogenesis/Pathway
D.    Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

E.     Manifestasi Klinik
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, timbul gejala sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Ketika efusi sudah membesar dan menyebar kemungkinan timbul dispneu dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan nafas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakhea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi yang terkena.

F.     Komplikasi Klien dengan Effusi Pleura
1.      Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
2.      Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
3.      Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
4.      Laserasi pleura viseralis






BAB II
MANAJEMEN KLIEN

A.    Penatalaksanaan Medis
Ø  Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Ø  Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Ø  Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
Ø  Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Ø  Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

B.     Manajemen Diet
Tujuan diet pada pasien effusi pleura adalah memberikan makanan secukupnya, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet pada pasien effusi pleura antara lain:
1.       energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang normal.
2.       protein yang cukup yaitu 0,8 gram/KgBB
3.       lemak sedang yaitu 25-30 % dari kebutuhan energi total (10 % dari lemak jenuh dan 15 % dari lemak tidak jenuh).
4.       vitamin dan mineral yang cukup.
5.       diet rendah garam (2-3 gram/hari).
6.       makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas.
7.       serat yang cukup untuk menghindari konstipasi.
8.       cairan cukup 2 liter/hari
bila kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi.


























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

A.    Pengkajian Keperawatan
a.       Pengkajian Fisik
1.      Inspeksi
Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
2.      Palpasi
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
3.      Perkusi
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
4.      Auskultasi
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
5.      Egofoni
Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)


b.      Pemerikasaan Penunjang atau Diagnostik
a.       Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru itu sendiri. Hal lain yang bisa terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Namun, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya.
b.      Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun terapeutik. Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pad posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian paru-paru di sela iga IX garis axila posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. pengeluaran cairan sebaikna tidak lebih dari 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi banyak sekaligusakan menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru-paru. Edema paru-paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat mengembang.
c.       Biopsi pleura
Pemerikasaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis atau tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumothoraks, hemotoraks, dam penyabaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
d.      Ultrasonografi pleura: menentukan adanya cairan dalam rongga pleura

B.     Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan
1.      Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
Ø  Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
Ø  Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
1.      Identifikasi etiologi atau factor pencetus
2.      Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
3.      Auskultasi bunyi napas
4.      Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
5.      Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
6.      Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampun
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
7.      Berikan oksigen melalui kanul/masker
2.      Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor  fisik (pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Ø  Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
Ø  Pasien tampak tenang
Intervensi :
1.      Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
2.      Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
3.      Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
4.      Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
5.      Berikan analgetik sesuai indikasi
3.      Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
Ø  Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
Ø  Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
1.      Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
2.      Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
3.      Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan
4.      Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
5.      Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.
4.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
Ø  Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
Ø  Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
1.      Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
2.      Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
3.      Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
4.      Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
5.      Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien.
C.    Evaluasi Proses Asuhan Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
1.      Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
2.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3.      Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
4.      Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
5.      Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
6.      Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
7.      Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapun alternatif tersebut adalah :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar