BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Penyakit Jantung Reumatik
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang berulang atau kronis. (Heni Rokhaeni, SMIP, CCRN)
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR). (www.madupropolis.com)
Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam reumatik. (dr. Indiradewi Hestiningsih)
B. Etiologi Penyakit Jantung Reumatik
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik serangan ulang.
C. Patogenesis
Streptokokus β hemolitikus grup A adalah kokus gram positif yang sering berkoloni di kulit dan orofaring. Organisme ini memiliki toksin hemolitik yaitu streptolysin S dan O. Hanya streptolysin O yang dapat menimbulkan respon antibodi yang persisten sebagai salah satu marker dari adanya infeksi streptokokus β hemolitikus grup A. Organisme ini juga dilindungi oleh surface protein pada dinding selnya yaitu M protein. Protein ini merupakan faktor virulen yang utama bagi streptokokus jenis ini.
Penyakit jantung reumatik terjadi pada anak dan dewasa muda biasanya setelah menderita faringitis akibat streptokokus β hemolitikus grup A. Organisme ini melekat dengan dinding sel epitel mukosa traktus respiratorius bagian atas dengan memproduksi enzim yang menyebabkan kerusakan dinding sel epitel sehingga ia dapat mengadakan invasi. Setelah fase inkubasi selama 2-4 hari, organisme yang telah menginvasi tersebut menyebabkan timbulnya respon inflamasi akut selama 3-5 hari yang ditandai dengan sakit tenggorokan, demam, malaise, sakit kepala dan peningkatan jumlah leukosit.
Pada penderita penyakit jantung reumatik terjadi kegagalan dalam mengisolasi organisme ini dari organ yang terinfeksi dalam bentuk apapun. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan sel pada pnyakit jantung reumatik bukan disebabkan secara langsung oleh mikroorganismenya melainkan oleh reaksi autoimunitas. Para ahli mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptokokus dengan otot jantung, dimana susunan antigen pada streptokokus β hemolitikus grup A mirip dengan susunan antigen otot jantung. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun dan pada akhirnya menimbulkan kerusakan pada organ jantung secara keseluruhan.
D. Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), penyakit jantung reumatik terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat demam reumatik dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian penyakit jantung reumatik ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus betahemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.
Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada penyakit jantung reumatik bisa berupa manifestasi kardiak (jantung) dan non kardiak. Gejalanya antara lain:
A. Manifestasi kardiak pada penyakit jantung reumatik
1. (infeksi dan peradangan jantung) adalah komplikasi paling serius dan kedua paling umum dari demam reumatik (sekitar 50 %). Pada kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien dapat mengeluh sesak nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema (bengkak), batuk atau ortopneu (sesak saat berbaring)
2. Pada pemeriksaan fisik, karditis (peradangan pada jantung) umumnya dideteksi dengan ditemukannya bising jantung (gangguan bunyi jantung) atau takikardia (jantung berdetak > 100x/menit) diluar terjadinya demam
3. Manifestasi kardiak lain adalah gagal jantung kongestif dan perikarditis (radang selaput jantung)
4. Pasien dengan diagnosis demam reumatik akut harus dikontrol sesering mungkin karena progresifitas penyakitnya
5. Murmur (bising jantung) baru atau perubahan bunyi murmur. Murmur yang didengar pada demam reumatik akut biasanya disebabkan oleh insufisiensi katup (gangguan katup).
6. Gagal jantung kongestif (Gagal jantung dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup yang berat atau miokarditis (radang pada sel otot jantung) ).
7. Perikarditis
B. Manifestasi non kardiak dan manifestasi lain dari demam rematik akut antara lain:
1. Poliartritis (peradangan pada banyak sendi) adalah gejala umum dan merupakan manifestasi awal dari demam reumatik (70 – 75 %). Umumnya artritis (radang sendi) dimulai pada sendi-sendi besar di ekstremitas bawah (lutut dan engkel) lalu bermigrasi ke sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan pergelangan tangan). Sendi yang terkena akan terasa sakit, bengkak, terasa hangat, eritem dan pergerakan terbatas. Gejala artritis mencapai puncaknya pada waktu 12 – 24 jam dan bertahan dalam waktu 2 – 6 hari (jarang terjadi lebih dari 3 minggu) dan berespon sangat baik dengan pemberian aspirin. Poliartritis lebih umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa muda dibandingkan pada anak-anak.
2. Khorea Sydenham, khorea minor atau St. Vance, dance mengenai hampir 15% penderita demam reumatik. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem syaraf sentral pada proses radang. Penderita dengan khorea ini datang dengan gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan dan emosi labil. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan stres. Penderita tampak selalu gugup dan seringkali menyeringai. Bicaranya tertahan-tahan dan meledak-ledak. Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya jelek dan ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap dengan garis yang ragu-ragu. Pada saat puncak gejalanya tulisannya tidak dapat dibaca sama sekali.
3. Erithema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam manifestasi minor. Kelainan ini berupa ruam tidak gatal, makuler dengan tepi erithema (kemerahan) yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5% penderita. Gangguan ini berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai bagian atas, tidak melibatkan muka. Erithema ini timbul sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang tersering adalah pada stadium awal, dan biasanya terjadi hanya pada penderita demam reumatik dengan karditis.
4. Nodul subkutan. Frekuensi manifestasi ini menurun sejak beberapa dekade terakhir, dan kini hanya ditemukan pada penderita penyakit jantung reumatik khronik. Frekuensinya kurang dari 5%, namun pada penjangkitan di Utah nodulus subkutan ditemukan pada sampai 10% penderita. Nodulus (benjolan) ini biasanya terletak pada permukaan sendi, terutama ruas jari, lutut, dan persendian kaki. Kadang-kadangg nodulus ini ditemukan pada kulit kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya bervariasi dari 0,5 sampai dengan 2 cm serta tidak nyeri dan dapat digerakkan secara bebas; biasanya kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang menutupi tidak pucat atau meradang. Nodulus ini muncul hanya sesudah beberapa minggu sakit dan kebanyakan hanya ditemukan pada penderita dengan karditis.
5. Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain nyeri perut, epistaksis (mimisan), demam dengan suhu di atas 39 °C dengan pola yang tidak karakteristik, pneumonia reumatik yang gejalanya mirip dengan pneumonia karena infeksi.
C. Tromboemboli (sumbatan di pembuluh darah) bisa terjadi sebagai komplikasi dari stenosis mitral (gangguan katup).
D. Anemia hemolitik kardiak bisa terjadi akibat pecahnya sel darah merah karena bergesekan dengan katup yang terinfeksi. Peningkatan penghancuran trombosit bisa juga terjadi.
E. Aritmia atrium (gangguan irama jantung) biasanya terjadi karena pembesaran atrium kiri karena gangguan pada katup mitral.
F. Komplikasi Klien dengan Penyakit Jantung Reumatik
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel jantung).
BAB II
MANAJEMEN KLIEN
A. Penatalaksanaan Medis
Karena penyakit jantung rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus betahemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b. Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c. Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus Demam Reumatik minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
e. Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
B. Manajemen Diet
Tujuan diet pada penyakit jantung reumatik adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet pada penyakit jantung reumatik antara lain:
1. energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang normal.
2. protein yang cukup yaitu 0,8 gram/KgBB
3. lemak sedang yaitu 25-30 % dari kebutuhan energi total (10 % dari lemak jenuh dan 15 % dari lemak tidak jenuh).
4. vitamin dan mineral yang cukup.
5. diet rendah garam (2-3 gram/hari).
6. makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas.
7. serat yang cukup untuk menghindari konstipasi.
8. cairan cukup 2 liter/hari
bila kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
A. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Fisik
Pada pemeriksaan fisik, regurgitasi mitral akan memberikan manifestasi seperti: fasies mitral walaupun lebih jarang terjadi dibandingkan dengan stenosis mitral. Pada palpasi jantung, apeks biasanya terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda terdapatnya regurgitasi mitral berat. Juga bisa terdapat right ventricular heaving yang menandakan pembesaran ventrikel kanan.
Pada auskultasi terdengar bising pansistolik yang bersifat meniup (blowing) di apeks, menjalar ke aksila dan area infraskapular kiri. Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya normal, namun dapat mengeras pada regurgitasi mitral karena penyakit jantung rematik. Terdengar bunyi jantung ketiga akibat pengisian cepat ke ventrikel kiri pada awal diastolik dan diikuti diastolic flow murmur karena volume atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel kiri.
b. Pemerikasaan Penunjang atau Diagnostik
1. Pemeriksaan darah
§ LED (Laju Endap Darah) tinggi sekali
§ Lekositosis
§ Nilai hemoglobin dapat rendah
2. Pemeriksaan bakteriologi
§ Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
§ Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.
3. Pemeriksaan radiologi
§ Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
B. Diagnosa Keperawatan
Untuk menegakkan diagnosa pnyakit jantung reumatik digunakan kriteria Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan minor.
a. Kriteria Mayor
1. Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
2. Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
3. Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
4. Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
b. Kriteria Minor
1. Mempunyai riwayat menderita penyakit jantung reumatik atau demam reumatik.
2. Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi;pasien sering suit menggerakkan tungkainya.
3. Demam tidak lebih dari 39 derajat celcius.
4. Leukositosis.
5. Peningkatan Laju Endap Darah (LED).
6. C-Reaksi Protein (CRP) positif.
7. Gelombang P-R pada EKG memanjang.
8. Peningkatan pulse/denyut jantung aat tidur.
9. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor dan 1 kriteria mayor harus ada pada saat yang bersamaan.
C. Rencana Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium.
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi
1. Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas.
2. Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)
3. Seringkali diambil strip irama EKG
4. Jamin masukan kalium yang adekuat
5. Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia
6. Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi Dapat meningkatkan curah jantung
Rasional
1. Untuk mencegah terjadinya toksisitas
2. Mengkaji status jantung
3. Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi
1. Kaji saat timbulnya demam
2. Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
3. Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
4. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan
5. Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan
6. Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
7. Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
8. Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi
Rasional
1. Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
2. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
3. Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga
4. Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif
5. Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS
6. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
7. Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh
8. Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : ebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi
1. Kaji faktor-faktor penyebab
2. Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
3. Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan
4. Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
5. Ukur BB setiap hari
6. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Rasional
1. Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
2. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
3. Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
4. Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
5. BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
6. Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien
terimakasih banyak untuk informasinya, isangat bermanfaat
BalasHapushttp://herbalkuacemaxs.com/pengobatan-herbal-jantung-rematik/