Jumat, 17 Juni 2011

ASKEP Emboli Paru


BAB I
KONSEP DASAR

A.    Pengertian
Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit dalam dan syaraf)
Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal dari suatu tempat. (brunner dan suddarth, 1996, 620)

B.     Etiologi
Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (1996, 620) disebabkan oleh :
1.      bekuan darah
2.      gelembung udara
3.      lemak
4.      gumpalan parasit
5.      sel tumor

C.     Manifestasi Klinis
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik. Kadang dapat subternal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (brunner dan suddarth, 1996, 621)
Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dyspnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian mendadak. (brunner dan suddarth, 1996, 621)

Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal, mengakibatkan infark kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai bronkopneumoni atau gagal jantung. (brunner dan suddarth, 1996, 622)

D.    Patofisiologi
Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilai, menrima aliran darah sedikit maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi perfusi, menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2. (brunner dan suddarth, 1996, 621)
Konsekuwensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikl kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (brunner dan suddarth, 1996, 621)

E.     Phatway
Terlampir

F.      Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut brunner dan suddarth, (1996, 622) adalah :
1.      rontgen dada
rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat meunjukkan pneumokontriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulonal dan efussi pleura.


2.      EKG
EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau fibrilasi dan kemungkinan penyimpangan aksis kanan, atau regangan vcentrikel kanan.
3.      pletismografi impedans
pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya troimbosis pada vena profunda.
4.      gas darah arteri
gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.

G.    Komplikasi
Komplikasi akibat emboli paru adalah :
1.      gagal napas,
2.      gagal jantung kanan akut, dan
3.      hipotensi

H.    Penatalaksanaan Medis
Menurut brunner dan suddarth (1996, 623) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencaklup beragam modalitas :
1.            terapi antikoagulan
2.            terapi trombolitik
3.            tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular
4.            intervensi bedah
terapi koagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi metoda primer secara tradisional untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan embolisme paru.
Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga digunakan dalam mengatasi embolisme paru, terutama pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi paru lbih besar, karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan curah jantung.
Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vaskular pasien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan dan mengurangi hipertensi paru.
Intervensi bedah yang dilakukan adalah embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi berikut :
1.      jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas
2.      jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi
3.      jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah paru.
Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass jantung paru.

I.       Pencegahan
Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah :
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena.
Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
1.      menggunakan stoking elastis
2.      melakukan latihan kaki
3.      bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru.
Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi.
Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu:
1.      penderita gagal jantung atau syok
2.      penyakit paru menahun
3.      kegemukan
4.      sebelumnya sudah mempunyai gumpalan.
Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar.
Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan.
Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan.
Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan.

















BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA EMBOLI PARU

A.    Pengkajian
a.       identitas
b.      riwayat kesehatan
1.      KELUHAN UTAMA
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
a.      Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.
b.      Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
c.       Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.
d.                        Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.

2.      RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang :
a.       Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
1.      Usia mulainya merokok secara rutin.
2.      Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
3.      Usia melepas kebiasaan merokok.
b.      Pengobatan saat ini dan masa lalu
c.       Alergi
d.      Tempat tinggal

3.      RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
1)      Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
2)      Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
3)      Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

B.     Diagnosa
1.      pola nafas in efektif ; dyspnea berhubungan dengan penurunan kemampuan paru
2.      nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru
3.      gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
4.      Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan
5.      intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan

C.     Intervensi
dx. 1 pola nafas in efektif brhubungan dengan penurunan kemampuan paru
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
Ø  Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
Ø  Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
1.      Identifikasi etiologi atau factor pencetus
2.      Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
3.      Auskultasi bunyi napas
4.      Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
5.      Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
6.      Berikan oksigen melalui kanul/masker
Rasional :
1.      mengetahui etiologi dan faktor pencetus.
2.      dapat mengakaji fungsi pernafasan
3.      dapat mendengarkan bunyi nafas normal atau tidak
4.      dapat mengetahui penumpukan sekret atau benda asing lain
5.      untuk memudahkan klien bernafas
6.      memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas

dx. 2 nyeri dada berhubungan dengan infark paru
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Ø  Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
Ø  Pasien tampak tenang
Intervensi :
1.      Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
2.      Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
3.      Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
4.      Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional :
1.      dapat mengetahui skala nyeri pada klien
2.      klien dapat mengerti tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
3.      dapat mengurangi rasa nyeri yang diderita klien
4.      dapat digunakan mengurangi rasa nyeri

Dx. 3 gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Tujuan : klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal.
Kriteria hasil : klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal dan warna kulit merah muda.
Intervensi :
1.      Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan.
2.      Berikan tambahan oksigen
3.      Pantau saturasi oksigen
4.      Koreksi keseimbangan asam basa.
5.      Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru.
6.      Latih batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional :
1.      mengetahui normal atau tidaknya pernafasan
2.      memaksimalkan permafasan dan menurunkan pernafasan
3.      menyeimbangkan oksigen antara inspirasi dan ekspirasi
4.      mengetahui normal tidaknya pertukaran gas
5.      untuk memudahkan pernafasan
6.      dapat mengurangi atau mengeluarkan sekret

Dx. 4 resiko gagal, jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan
Tujuan : denyut nadi klien kembali normal
Kriteria Hasil : denyut jantung kembali normal
Intervensi :
1.      Kaji denyut jantung tiap 4 jam sekali
2.      Auskultasi denyut jantung
3.      Berikan lingkungan tenang, nyaman, dan kurangi aktivitas
4.      Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
Rasional :
1.      mengetahui normal tidakny denyut jantung
2.      dapat mengetahui bunyi jantung
3.      agar pasien dapat istirahat dengan tenang
4.      untuk mengurangi kerja jantung

Dx. 5 intoleransi aktivitas brhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan
Tujuan : pasien tidak intoleransi aktivitas lagi
Kriteria Hasil :
·         berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
·         menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
intervensi :
1.      kaji respon aktivitas
2.      instruksi pasien tentang teknik penghematan energi
3.      beri dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika intoleransi kembali
rasional :
  1. mengetahui seberat atau sebesar apakah aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien
  2. pasien dapat menghemat energinya sendiri
  3. pasien dan keluarga dapat melakukan perawat diri sendiri apabila intoleransi kembali















DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddrath. 1996. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku kedokteran EGC
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar