Jumat, 05 Agustus 2011

ASKEP KAnker Kolon


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sistem pencernaan di mulai dari rongga mulut masuk ke dalam lambung melalui faring dan esophagus. Lalu kemudian masuk kedalam duodenum, jejunum dan ileum setelah di lakukan penyerapan nutrisi maka zat sisa yang di hasilkan di bawa lagi ke kolon asendens, kolon transversal, kolon desendens, kolon sigmoid, dan rectum dan terakhir keluar dalam bentuk feses.
Usus besar adalah bagian dari sistem pencernaan. Sebagaimana kita ketahui sistem pencernaan dimulai dari mulut, lalu kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus (duodenum, yeyunum, ileum), usus besar (kolon), rektum dan berakhir di dubur. Usus besar terdiri dari kolon dan rektum. Kolon atau usus besar adalah bagian usus sesudah usus halus, terdiri dari kolon sebelah kanan (kolon asenden), kolon sebelah tengah atas (kolon transversum) dan kolon sebelah kiri (kolon desenden). Setelah kolon, barulah rektum yang merupakan saluran diatas dubur. Bagian kolon yang berhubungan dengan usus halus disebut caecum, sedangkan bagian kolon yang berhubungan dengan rektum disebut kolon sigmoid.
Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap hari. Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna (misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak dapat diserap dan sisa cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya. Apa yang tersisa untuk dieliminasi di kenal sebagai feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan bahan ini sebelum defekasi.
Selulosa dan bahan-bahan lain dalam makanan yang tidak dapat dicerna membentuk sebagian besar feses dan membantu mempertahankan pengeluaran tinja secara teratur karena berp[eran menentukan volume isi kolon.

B.       Tujuan
a.      Tujuan Instruksional Umum
Setelah menyelesaikan makalah ini, diharapkan kita sebagai calon perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang aman dan efektif sesuai dengan standar dan etika keperawatan pada klien yang mengalami masalah kesehatan pada sisitem gastrointestinal: Kanker Usus Besar (CA Colon)

b.      Tujuan Instruksional Khusus
1.    Mahasiswa dapat mengetahui tentang kanker usus besar (colon).
2.    Mahasiswa dapat melakukan pengkajian dengan gangguan system gastrointestinal: kanker kolon
3.    Mahasiswa dapat mendiagnosa masalah dengan gangguan sistem gastrointestinal: kanker kolon,
4.    Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan  dengan gangguan sistem gastrointestinal: kanker kolon,.























BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Pengertian
Kanker adalah tumor seluler yang bersifat fatal, sel- sel kanker tidak seperti sel- sel tumor jinak, menunjukan sifat invasive dan metastasis dan sangatlah anaplastik. (Kamus Dorland)
Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid. Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan Martin Tucker, 1998).
Kanker kolon adalah penyakit usus inflamasi kronis yang menyerang individu dan kali lebih berat dibandingkan kanker rektal.  (Smeltzer, 2002 : 1123)
Kanker kolon dan rektum adalah kanker yang menyerang usus besar dan rektum, penyakit ini adalah penyakit kedua yang mematikan. (http://id.wikipedia.org)

B.     Manifestasi Klinis
·         Colon Asendens          : nyeri, adanya massa, perubahan peristaltik usus, anemia
·         Colon Transversum     : nyeri, obstruksi, perubahan pergerakan usus dan anemia
·         Colon Desendens        : nyeri, perubahan pergerakan usus, terdapat darah merah
terang pada feses, obstruksi
·         Rectum                        : terdapat darah di dalam feses, perubahan peristaltik usus,
ketidaknyamanan rectal
(H.A Fuad Bakry F, 2006)

C.    Etiologi
  • Sedikit Olahraga
Olahraga akan membuat usus menjadi kosong sehingga zat penyebab kanker (zat karsinogen) hanya punya sedikit waktu untuk hidup di usus
  • Kegemukan
Kegemukanmenghasilkan lebih banyak hormon seperti estrogen yang membantu tumor berkembang lebih cepat.

  • Alkohol
Usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker usus besar, sehingga mengkonsumsi alcohol merupakan faktor penyebab kanker usus dalam hal gaya hidup
  • Mengkonsumsi makanan tinggi protein hewani (seperti daging, jeroan)
  • Resti pada umur 50 tahun
  • Adanya polip kolorectal
  • Hereditas
  • Adanya penyakit saluran pencernaan : radang usus, ulcerative colitis.
(Susan Martin Tucker, 1998).

D.    Anatomi dan Fisiologi
a.      Anatomi
Usus besar merupakan bidang perluasan dari ileocecal ke anus. Usus besar terdiri dari cecum, colon, rectum, dan lubang anus. Selama dalam colon, chyme diubah menjadi feces. Penyerapan air dan garam, pengsekresian mucus dan aktivitas dari mikroorganisme yang termasuk dalam pembentukan feces, dimana colon menyimpan sampai feces dikeluarkan melalui proses defekasi. Kira-kira 1500 ml dari chyme masuk ke cecum setiap hari, tapi lebih dari 90% dari volume direabsorbsi dan hanya tertinggal 80-150 ml dari feces yang dikeluarkan secara normal melalui defakasi.
Cecum merupakan tempat bertemunya usus halus dan usus besar pada ileocecal. Cecum panjangnya kira-kira 6 cm mulai dari ileocecal membentuk kantung tersembunyi. Berdekatan dengan cecum adalah saluran tersembunyi yang kecil kira-kira panjangnya 9 cm disebut appendix (umbai cacing). Dinding dari appendix terdiri beberapa nodul limpatik. Colon kira-kira panjangnya 1,5-1,8 m dan terdiri dari 4 bagian, yaitu colon ascendens, colon transversal, colon descendens dan colon sigmoid. Colon ascending membujur dari cecum dan berakhir pada fleksur kolik kanan (fleksur hepatik) dekat pinggir bawah kanan dari hati. Colon transversal membentang dari fleksur kolik kanan ke fleksur kolik kiri (fleksur limpa), dan colon descending membentang dari fleksur kolik kiri ke pembukaan atas dari pelvis yang sebenarnya, dimana tempat tersebut menjadi colon sigmoid. Colon sigmoid membentuk saluran S yang membentang sampai pelvis dan berakhir di rectum.
Rektum itu lurus, pipa berotot yang berawal dari pangkal sigmoid kolon dan berakhir pada lubang anus. Deretan membran selaput lendir adalah epitelium lajur yang sederhana, dan berlapis otot yang relatif tebal dibandingkan waktu alat pencernaan.beristirahat Bagian terakhir dari alat pencernaan yang panjangnya 2-3 cm adalah lubang anus. Lubang anus berawal dari pangkal rektum dan berakhir pada anus. Lapisan otot halus dari lubang anus lebih tebal daripada rektum dan berbentuk internal anal spincter bagian ujung atas dari lubang anus. Otot rangka membentuk external anal spincter pada bagian ujung bawah dari lubang anus. Jaringan Epitel pada bagian atas dari lubang anus adalah lajur yang sederhana dan yang di bagian bawah tersusun squamous.
Lapisan otot cirkular dari colon lengkap, tapi lapisan otot longitudinal tidak lengkap. Lapisan longitudinal tidak membungkus seluruh dinding usus tapi membentuk tiga berkas otot, yaitu taniae coli, yang terdapat di sepanjang colon. Kontraksi dari tanie coli menyebabkan suatu kantung yang disebut haustra yang terbentuk di sepanjang colon terlihat seperti sebuah lukukan. Jaringan ikat yang berrukuran kecil dan berisi lemak disebut epiploik appendage yang melekat di sepanjang permukaan kolon bagian luar. seperti terlihat pada gambar. Barisan mukosal dari usus besar terdiri dari epitel lajur sederhana. Epitel ini tidak membentuk suatu lipatan-lipatan atau vili seperti pada usus halus tapi memiliki sejumlah kelenjar tubuler yang disebut crypts. Crypts mirip dengan kelenjar usus yang ada di usus halus, dengan tiga jenis sel yang termasuk sel absropsi, sel goblet dan sel granular. Perbedaan utama adalah pada sel goblet usus besar menonjol dan dua jenis sel lain jumlahnya berkurang banyak.
b.      Fisiologi
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan penyimpanan. Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat. Tapi gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan mencampur dan mendorong.


a.       Gerakan Mencampur “Haustrasi”
Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, ± 2.5 cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hampir tersumbat. Saat yang sama, otot longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi menyebabkan bagian usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap haustrasi mencapai intensitas puncak dalam waktu ±30 detik, kemudian menghilang 60 detik berikutnya, kadang juga lambat terutama sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi hasil dari dorongan ke depan. Oleh karena itu bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan dicampur sehingga bahan feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan  cairan serta zat terlarut secara progresif diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari.
b.      Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”
Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi haustra yang lambat tapi persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan lumpur setengah padat. Dari sekum sampai sigmoid, pergerakan massa mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit menjadi satu waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan.
Selain itu, kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili. menghasilkan mucus (sel epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus mengandung ion bikarbonat yang diatur oleh rangsangan taktil langsung dari sel epitel dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel mucus Krista lieberkuhn. Rangsangan n. pelvikus dari medulla spinalis yang membawa persarafan parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal kolon. Mucus juga berperan dalam melindungi dinding kolon terhadap ekskoriasi, tapi selain itu menyediakan media yang lengket untuk saling melekatkan bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi ditukar dengan ion klorida sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang menetralkan asam dalam feses. Mengenai ekskresi cairan, sedikit cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat.

c.       Absorpsi dalam Usus Besar
Sekitar 1500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal, sebagian besar air dan elektrolit di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon dan sekitar 100 ml diekskresikan bersama feses. Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon proksimal (kolon pengabsorpsi), sedang bagian distal sebagai tempat penyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu yang tepat (kolon  penyimpanan).
d.      Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air
Mukosa usus besar mirip seperti usus  halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif natrium yang tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah  epitel di usus besar lebih erat dibanding usus halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut, apalagi ketika aldosteron teraktivasi.  Absorbsi ion natrium dan ion klorida menciptakan gradien osmotic di sepanjang mukosa usus besar yang kemudian menyebabkan absorbsi air.
Dalam waktu bersamaan usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat (seperti penjelasan diatas) membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam usus besar.
e.       Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar
Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit tiap hari sehingga bila jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini akan terjadi diare.
ü  Kerja Bakteri dalam kolon
Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri ini mampu mencerna selulosa (berguna sebagai tambahan nutrisi), vitamin (K, B₁₂, tiamin, riboflavin, dan bermacam gas yang menyebabkan flatus di dalam kolon, khususnya CO, H, CH).
ü  Komposisi feses.
Normalnya terdiri dari ³⁄ air dan ¹⁄ padatan (30% bakteri, 10-20% lemak, 10-20% anorganik, 2-3% protein, 30% serat makan yang tak tercerna dan edull kering dari pencernaan (pigmen empedu, sel epitel terlepas). Warna coklat dari feses disebabkan oleh sterkobilin dan urobilin yang berasal dari bilirubin yang merupakan hasil kerja bakteri. Apabila empedu tidak dapat masuk usus, warna tinja menjadi putih (tinja akolik). Asam organic yang terbantuk dari karbohidrat oleh bakteri merupakan penyebab tinja menjadi asam (pH 5.0-7.0).  Bau feses disebabkan produk kerja bakteri (indol, merkaptan, skatol, hydrogen sulfide). Komposisi tinja edulla tidak terpengaruh oleh variasi dalam makanan karena sebagian besar fraksi massa feses bukan berasal dari makanan. Hal ini merupakan penyebab mengapa selama kelaparan jangka panjang tetap dikeluarkan feses dalam jumlah bermakna.
f.       Proses Defekasi
Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang lemah ±20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid  dan rectum serta sudut tajam yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari 1) sfingter ani interni; 2) sfingter ani eksternus.
Refleks Defekasi. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai edull saraf enteric dalam dinding rectum.
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses edulla anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara edullar sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang.
Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi edullar dapat dicapai dengan secara edullar melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen.
Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla spinalis). Bila ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic menjadi proses defekasi yang kuat.
Sinyal defekasi masuk ke edulla spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus mengeluarkan feses.
(evelyn. C Pearce, 2001)
E.     Patofisiologi
Kanker kolon dapat terjadi dalam salah satu dari dua cara. Didalam sekum dan kolon asenden, lesi-lesi ini cenderung untuk berkembang sesuai polyp yang timbul sebagai  masa yang menyerupai  bunga kol menonjol kedalam lumen kolon.Lesi tersebut dapat mengalami ulserasi, tetapi obstruksi kolon jarang terjadi. Dapat terjadi lesi-lesi menembus dinding kolon yang menyebar kejaringan sekitarnya.
Didalam kolon desendens, terutama bagian rektosigmoid, lebih sering terjadi suatu lesi yang terhapus.Lesi mula-mula berupa masa polypoid yang kecil yang menjadi seperti plak.Plak ini tumbuh secara melingkar, menyebabkan menyempitnya lumen. Obstruksi dapat terjadi akibat terbentuknya faeces pada samping kiri yang tidak dapat melewati lumen yang menyempit. Lesi-lesi ini juga suatu saat dapat menembus di dinding kolon dan meluas kedalam jaringan didekatnya.
Kanker kolon dapat menyebar melalui penyebaran langsung atau melalui sistem limfotik atau sirkulasi, tertanam di tempat yang jauh pada peritonium atau pada tempat yang tepat yang jauh pada kolon. Liver merupakan organ yang terutama sering terkena metastasis karena pembuluh darah nadi kolon mengalir kedalam vena porta menuju liver.
( Long B.C, 1996 : 248)


F.     Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi colon dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
(Smeltzer, 2002 : 1127)
Metastase ke paru, hati dan lain-lain.
(Mubin A, 2001 : 259)



















G.   
Makanan rendah serat
 
Faktor  Resiko (Riwayat keluarga dengan ca colon / polip usus inflamasi usus)
 
Phatway








Doenges, 2000. Long B.C,1996 dan Price, 1995
 
 

































BAB III
MANAJEMEN KLIEN

A.    Penatalaksanaan Medis
ü  Cairan Intravena dan NGT (obstruksi usus )
ü  Pengobatan tergantung terhadap penyakit
Pentahapan yang digunakan secara jelas adalah klasifikasi Duke :
- Kelas A : Tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa
- Kelas B :  Peneterasi melalui dinding usus
- Kelas C :  Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regional
- Kelas D :  Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
ü  Pembedahan :
Tipe pembedahan tergantung lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan (Doughty & Jackson, 1993 ), adalah sebagai berikut :
§  Reseksi segmental dengan Anatomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi pertumbuhan, pembuluh darah, nodus limfatik )
§  Reseksi Abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rectum serta sfingter anal )
§  Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi
§  Kolostomie permanen dan illeostomy → untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak direseksi.
(robben cortran, 2002)

B.     Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis
1.      Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2.      Meningkatkan kenyamanan.
3.      Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4.      Mencegah komplikasi.
5.      Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
(robben cortran, 2002)


C.    Manajemen Diet
1.      Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
2.      Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari) mampu menghambat lajunya pertumbuhan sel - sel kanker dan tumor
3.      Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama yang terdapat pada daging hewan.
4.      Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
5.      Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6.      Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
(idrus alwi,2006)




















BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN CA COLON

A.    Pengkajian Keperawatan
ü  Pengkajian Fisik
a.      Identitas
    1. Identitas Pasien
Nama               : Ny.S
Umur               : 45 Th
Jenis Kelamin  : Perempuan
Pekerjaan         : Sekretaris
Alamat                        : Kota K
Dx                   :
    1. Identitas Penanggung Jawab
Nama               :
Umur               :
Alamat                        :
Pekerjaan         :
Hub.Klien       :
b.      Riwayat Kesehatan
1.      Keluhan Utama
Nyeri Abdomen
2.      Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. S mengalami BAB selalu berdarah
3.      Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada saat muda Ny. S tidak pernah mengkonsumsi sayur dan buah, dan kebiasaan mengkonsumsi makanan fast food
c.       Pemeriksaan Fisik Head To Toe
ü  Anamnesa :
Klien mengatakan dia sering mengkonsumsi fast food dan jarang memakan sayur dan buah. Klien mengatakan mual jika makan hanya 2 sendok. Klien mengatakan jika BAB selalu berdarah disertai nyeri abdomen.

a.    Kepala
I: rambut merah menandakan intrepesi kurang caian
P: dari depan ke belakang
Rambut rontok: nutrisi terganggu kurang dari kebutuhan
b.    Mata
·         mata pucat : mengalami anemia menandakan asupan zat besi kurang
·         sclera kuning: adanya gangguan hepar (jaundice)
·         Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
·         Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan atropta, adrenalin, dan kokain.
·         Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik dan heroin
c.    Mulut
·         Giginya: lengkap atau tidak, kebersihan dari gigi, ada karies atau tidak
·         Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
d.   Lidah
·         kotor atau tidak, ada stomatisnya atau tidak
e.    Leher
·         ada masa atau tidak/ pembengkakan pada leher, penurunan kemampuan menelan

f.     Dada
·         Bentuk dada : Perubahan diameter anterior - posterior (AP) menunjukan adanya COPD
·      Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, tube trakeostomi yang kurang tepat.
·      Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi)
g.    Perut
·         Distens abdomen Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen
·         Nyeri Dapat menunjukan adanya perdarahan gastrointestinal
h.    Kulit
·      Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
·      Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa).
·      Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia.
·      Jaundice (warna kuning) pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat,.
·      Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril
·      Integritas kulit
     Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus


ü  Inspeksi :
Bibir kering dan pecah-pecah, tidak ada stomatitis, lidah agak kotor, tidak ada gingivitis, gusi tidak berdarah, tonsil T1, tidak ada caries, tidak ada gigi yang tanggal, bentuk abdomen datar, tidak ada gambaran bendungan pembuluh darah vena, tidak ada spider nevi, ada distensi abdomen, tidak ada hemoroid, tidak ada fisurra dan fistula,.
ü  Auskultasi :
Bising usus 2 x/mnt, bunyi peristaltik usus lemah.
ü  Palpasi :
Ada nyeri tekan di daerah perut.
ü  Perkusi :
abdomen terdengar bunyi tympani.
(Barbara bates, 1998)
ü  Pemeriksaan Diagnostik
1.  Tes seleksi tergantung riwayat manifestasi klinik dan indeks kecurigaan untuk kanker terntetu.
2.  Skan (mis MRI, CT galirum) dan ultrasound dilakukan untuk tujuan diagnostik. Identifikasi metastatik dan evaluasi respons pada pengobatan.
3.  Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi) dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ dan sebagainya. Contoh : sumsum tulang dilakukan pada penyakit mielo proliferatif untuk diagnosis. Pada tumor solid untuk pentahapan.
4.  Tes kimia skrining misalnya elektrolit (natrium, kalium, kalsium) tes ginjal (BUN / Cr) tes hepar (bilirubin Ast / SGOT alkalin, fosfat, LDH) tes tulang (alkalin fosfat kalsium)
(Doenges, 2000 : 999).



B.     Analisa Data
No
Data Fokus
Problem
Etiologi
1
Ds : (klien sesak nafas)
Do : Hb : 8
Pola nafas in-efektif
Suplai oksigen dan Hb menurun
2
Ds : Ny. S mengatakan mual apabila makan dan jika makan sayur ingin muntah
Do : makan 2 sendok saja setiap makan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Mual / muntah
3
Ds : -
Do : Ny. S jika BAB selalu berdarah dan nyeri abdomen
P : saat BAB
Q : tidak pernah sebelumnya
R : abdomen, inspirasi nyaman
S : pingin muntah dan terasa mual
T : sejak 2 bulan terakhir
Gangguan rasa aman nyaman : nyeri
Iritasi pada jaringan
4
Ds : -
Do : Hb : 8
Resti gangguan perfusi jaringan (pucat, kuku pucat)
Penurunan Hb
5
Ds : -
Do : Ny. S mengatakan terdapat perubahan defekasi
Perubahan kebiasaan (defekasi) : konstipasi
Ketidakteraturan BAB

C.    Diagnosa Keperawatan
1.      pola nafas in-efekstif berhubungan dengan suplai oksigen dan Hb menurun
2.      resti gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan Hemoglobin
3.      gagguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi pada jaringan
4.      perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
5.      perubahan kebiasaan (defekasi) : konstipasi berhubungan dengan ketidakteraturan BAB



D.    Intervensi Keperawatan
dx. 1 pola nafas in-efektif berhubungan dengan suplai oksigen dan Hb menurun
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 2 jam  pola nafas pasien efektif
Kriteria hasil :
Ø Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
Ø Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
1.  Identifikasi etiologi atau factor pencetus
2.  Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
3.  Auskultasi bunyi napas
4.  Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
5.  Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
6.  Berikan oksigen melalui kanul/masker

dx. 2 gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan Hemoglobin
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 5 jam klien akan menunjukkan perfusi jaringan yang normal.
Kriteria hasil :
klien akan menunjukkan perfusi yang normal dan warna kulit merah muda.
Intervensi :
1.      Tirah baring dengan posisi kepala datar.
2.      Pantau status neurologis.
3.      Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
4.      Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
5.      Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
6.      Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
7.      Pantau BGA.

Dx 3 gagguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi pada jaringan
Tujuan :
Rasa nyeri klien berkurang atau hilang dalam jangka waktu 6 x 24 jam,
Kriteria Hasil :
ü  Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
ü  Wajah klien tampak rileks.
ü  Klien dapat bergerak bebas tanpa nyeri
Intervensi :
1.      Kaji keluhan nyeri , catat lokasi, dan intensitas nyeri (skala 0-10).
2.      Catat faktor-faktor yang mempercepat dan  tanda- tanda rasa sakit yang non verbal
3.      Berikan posisi yang nyaman atau tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
4.      Obervasi TTV (TD, nadi, suhu, RR) tiap 6 jam.
5.      Dorong penggunaan teknik manajemen stress, misalnya: relaksasi  progresif, tarik napas dalam, dan sentuhan terapetik.
6.      Ajarkan teknik distraksi : mendengarkan musik, membaca, dll.
7.      membatasi jumlah pengunjung.
8.      Kolaborasi pemberian analgetic sesuai indikasi dokter.

dx. 4 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 5 x 24 jam
Kriteria Hasil :
ü  Klien mampu menghabiskan 1 porsi makan.
ü  Klien tidak mengeluh mual.
Intervensi :
1.      Kaji keluhan mual yang dialami klien.
2.      susun makanan dalam bentuk yang menarik.
3.      Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
4.      Catat jumlah atau porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
5.      Memberikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya.
6.      Jelaskan manfaat makanan atau nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit
7.      Berikan oral hygiene sebelum makan

Dx. 5 perubahan kebiasaan (defekasi) : konstipasi berhubungan dengan ketidakteraturan BAB
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam tidak terjadi perubahan defekasi
Kriteria Hasil :
BAB lancer
Intervensi :
1.      Pastikan kebiasaan eleminasi BAB
2.      Dorong masukan cairan adekuat (misalnya 2000 ml / 24 jam) Pastikan diet yang tepat hindari makanan tinggi lemak (Misalnya mentega, makanan gorengan, kacang).
3.      berikan makanan dengan kandungan serat tinggi.
4.      Kolaborasi medis untuk memberikan  pelunak faices sesuai indikasi




















BAB V
PELAYANAN KEPERAWATAN LANJUTAN

A.    Rencana Pemulangan (Discharge Planning)
1.      Evaluasi di Rumah
Alat pengkajian memberi informasi tentang tipe struktur tempat tinggal klien. Perawat yang melengkapi formulir tersebut harus menetapkan apakah tempat tinggal klien merupakan rumah pribadi atau rumah yang ditinggali bersama. Informasi mengenai jalan masuk ke rumah harus jelas. Misalnya, apakah terdapat bel listrik? Apakah memerlukan sebuah kunci? Apakah terdapat pintu masuk yang terbuka? Apakah klien harus menaiki tangga, atau apakah tempat tinggal merupakan bangunan bertingkat? Jika terdapat tangga, jumlah tangga sebaiknya didokumentasikan, karena semua itu akan terhadap proses perawatan klien selanjutnya.
(elizabeth A. Ayello, 2006)

2.      Tinjauan Ulang Klien Rujukan Instrumen
Instrumen Tinjauan Ulang Klien (Patient Review Instrument / PRI) dan skrining. PRI mengkaji kondisi medis dan kapabilitas klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang mendasar seperti makan, pindah posisi, toileting, dan mobilisasi. Tingkat keparahan masing-masing gangguan tersebut terhadap setiap pola kapabilitas dan pola perilaku dalam melakukan ADL ditetapkan berdasarkan kriteria yang didefinisikan secara khusus dalam pengkajian. Bagian kedua pengkajian, yakni “Skrining,” mempunyai dua tujuan. Pertama, mengkaji kemungkinan klien mengalami penyakit mental, retardasi mental, atau ketidakmampuan untuk berkembang. Tujuan yang kedua adalah mengevaluasi kemungkinan bagi klien untuk dirawat dalam lingkungan komunitas.
(elizabeth A. Ayello, 2006)

B.     Pendidikan Kesehatan Klien dan Keluarga
Prioritas penyuluhan harus berfokus pada pengkajian klien sebagai individu yang sedang belajar, perencanaan dan pengimplementasian penyuluhan, cara untuk melakukan intervensi saat berbagai tipe masalah pembelajaran muncul, dan pengevaluasian keberhasilan klien dalam pembelajaran.


1.      Penyuluhan dan Pembelajaran
Dalam merencanakan penyuluhan untuk klien di rumah, sangat penting untuk mempertimbangkan diagnosis klien yang terbaru, riwayat medis, obat yang sedang diminum klien saat ini, tingkat orientasi klien, dan dukungan keluarga. Akan tetapi, pertama-tama kita perlu menetapkan peran penyuluh dan individu yang belajar.
Salah satu aspek yang paling penting dalam kunjungan keperawatan adalah menetapkan topik apa yang perlu disuluhkan dan dipelajari klien, klien, dan kebutuhan klien untuk mempelajari topik ini. Perawat perlu mengevaluasi klien dengan melakukan pengkajian mental dan pengkajian fisik secara keseluruhan, untuk melihat seberapa jauh klien mampu terlibat dalam perencanaan perawatan. Apabila perawat menilai bahwa tidak ada seorang pun yang mampu mempelajari prosedur atau teknik dalam perawatan klien, ia perlu melakukan kunjungan sampai semua kebutuhan klien akan perawatan yang terampil dipenuhi. Penyuluhan harus tetap mencakup klien dan anggota keluarga dalam setiap aspek perencanaan perawatan..
Lingkungan merupakan faktor lain yang sangat penting untuk keberhasilan penyuluhan. Klien perlu dilibatkan dalam memutuskan tempat terbaik untuk menyelenggarakan proses penyuluhan. Tempat yang terang dengan lantai yang bersih dan sebuah meja sebagai tempat untuk meletakkan bahan yang akan didemonstrasikan, akan sangat membantu proses pembelajaran. Keterampilan khusus, seperti perawatan luka, pemberian insulin, dan penyuluhan tentang medikasi, menuntut lingkungan yang menawarkan kenyamanan bagi klien dan perawat sehingga mereka dapat bekerja sama dengan baik.
(elizabeth A. Ayello, 2006)

2.      Kolaborasi antara Perawat dengan Klien.
Apabila proses kolaborasi berlangsung dengan baik, baik bagi klien maupun bagi perawat pada kunjungan pertama, kemungkinan penyuluhan dan proses pembelajaran dapat dicapai. Akan sangat membantu jika anggota keluarga dilbatkan, yakni jika mereka memiliki komitmen untuk terlibat dalam perawatan kesehatan klien. Sementara itu, Anda juga perlu memberi tahu bahwa kadang-kadang jadwal keluarga atau pekerjaan menghambat keikutsertaan mereka dalam perawatan klien. Penggunaan alat tulis merupakan salah satu cara untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga yang mempunyai komitmen untuk turut berpartisipasi, tetapi tidak dapat hadir selama pelaksanaan kunjungan rumah. Kunjungan rumah yang pertama memungkinkan perawat untuk melakukan pengkajian keluarga sambil mulai mengoordinasi penyuluhan klien. Evaluasi dinamika keluarga, ketersediaan sumber di komunitas dan di rumah, dan kebutuhan penyuluhan di antara anggota keluarga sangat penting untuk mencapai keberhasilan penyuluhan di rumah.
(elizabeth A. Ayello, 2006)

3.      Penetapan Tujuan dalam Penyuluhan Klien
Setelah kunjungan pertama, perawat, klien, dan setiap anggota keluarga yang terlibat harus menyetujui tujuan pembelajaran yang ditetapkan disertai dengan langkah yang dapat dicapai dan dapat diukur (sasaran perilaku) pada kunjungan rumah berikutnya Apabila klien, perawat, dan keluarga tidak menyetujuinya dibutuhkan diskusi tambahan yang diselenggarakan oleh perawat untuk mengklarifikasi harapan dan fokus pada tujuan. Negosiasi dengan semua orang yang terlibat (perawat, kilen, dan keluarga) sangat penting dalam upaya untuk mencapai tujuan.
(elizabeth A. Ayello, 2006)

4.      Penetapan Tujuan dalam Penyuluhan dan Pembelajaran
Pada akhir kunjungan pertama, perawat, klien, dan anggota keluarga harus mencapai kesepakatan tentang tujuan pembelajaran dan tujuan yang disertai langkah yang dapat dicapai secara spesifik dan dapat diukur pada kunjungan rumah berikutnya. Sering kali kontrak pembelajaran dipersiapkan oleh perawat dan klien, yakni berupa kontrak tertulis yang berisi langkah spesifik untuk mencapai tujuan. Walaupun kontrak pembelajaran tidak perlu ditulis, sering kali formulir tertulis sangat membantu untuk mengidentifikasi tujuan spesifik dan pencapaian tujuan. Kerangka waktu yang spesifik untuk pencapaian tujuan juga dapat ditulis sehingga terbentuk suatu kesadaran kapan tujuan akan dicapai.
(elizabeth A. Ayello, 2006)

5.      Kontrak Pembelajaran
Persiapan kontrak pembelajaran dapat mempermudah penyuluhan di lingkungan perawatan di-rumah, baik bagi perawat maupun klien. Proses yang dilakukan dalam menyiapkan kontrak pembelajaran tersebut harus diuraikan dengan jelas sebagai suatu kontrak antara perawat dan klien. Pertama-tama, tujuan khusus harus dituliskan dengan detail, kemudian langkah atau sasaran untuk mencapai tujuan tersebut harus dirinci. Perawat dan klien harus membuat suatu kesepakatan tentang tanggal target pencapaian sasaran dan tujuan perawatan. Setiap intervensi khusus yang harus dicapai perawat dan klien, harus dituliskan secara garis besar di dalam kontrak. Perawat dan klien harus menandatangani kontrak pembelajaran kemudian menyiapkan suatu media supaya perawat dan klien dapat merencanakan setiap kunjungan, dapat mengkaji langkah untuk mencapai tujuan, dan dapat mengevaluasi kemajuan upaya pencapaian tujuan tersebut. Kontrak tersebut berfokus pada setiap kunjungan dan disertai langkah yang dapat diukur untuk mencapai tujuan akhir perawatan. Langkah terakhir ialah mengidentifikasi kerangka waktu yang realistis dalam mencapai tujuan.
(elizabeth A. Ayello, 2006)

C.    Peranan perawat dan Tim Kesehatan Lain dalam Pelayanan Kesehatan Klien dirumah
Perawat adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dan proses lahirnya penyelenggaraan perawatan kesehatan di rumah dan keberhasilan proses tersebut. Perawat mengkaji kebutuhan klien di rumah dan mengintegrasikan klien serta sistem pendukungnya ke dalam rencana perawatan. Pengomunikasian temuan hasil kunjungan rumah meningkatkan proses perawatan di-rumah dan meningkatkan kemampuan semua anggota tim dalam menyusuri rencana yang efektif untuk dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Pelayanan yang dapat diberikan secara keseluruhan mencakup terapi medis, terapi keperawatan, terapi fisik, terapi wicara, dan terapi okupasi, pekerja sosial, nutrisi, asisten keperawatan-di-rumah, laboratorium, suplai medis, dan peralatan medis yang tahan lama. Pendekatan kolaboratif perawatan kesehatan ini menjamin penanganan klien secara olistic/keseluruhan.
(Lyane Dearing, 2006)


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung
Ester, Monica. 2002. Keperawatan Medikal Bedah : Pendekatan Sistem Gastrointestinal.             Cet. 1. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar