Jumat, 05 Agustus 2011

Gangguan Maternitas


A.    Gangguan-Gangguan Maternitas
a.      Gangguan Reproduksi
1.      Gangguan Reproduksi Wanita
Gangguan pada alat reproduksi wanita dapat berupa keputihan, gangguan menstruasi, kanker rahim, kista, polip dan lain-lain. Salah satu dari jenis gangguan yang lebih sering terjadi di masyarakat adalah keputihan
Pengertian umum dari keputihan yaitu penyakit kelamin pada perempuan (vagina) di mana terdapat cairan berwarna putih kekuningan atau putih kekelabuan baik encer maupun kental, berbau tidak sedap dan bisa menyebabkan rasa gatal. Hampir semua wanita pernah mengalami keputihan atau pektay dalam bahasa cina. (dr Bambang Edi, p. A, 1998)
Penyakit gangguan alat reproduksi wanita ini bisa diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu jamur, bakteri, virus dan parasit. Di bawah ini merupakan penjelasan singkat masing-masing faktor pemicu atau penyebab keputihan menurut dr. Bambang Edi, Sp. A (1998) adalah :
1.      Jamur
Umumnya disebabkan oleh jamur candida albicans yang menyebabkan rasa gatal di sekitar vulva / vagina. Warna cairan keputihan akibat jamur berwarna putih kekuning-kuningan dengan bau yang khas. Keputihan jamur bisa diakibatkan oleh kehamilan, penggunaan pil KB, steroid, diabetes, obesitas, antibiotik, daya tahan tubuh rendah, dan lain sebagainya.
2.      Bakteri
Biasanya diakibatkan oleh bakteri gardnerella dan keputihannya disebut bacterial vaginosis dengan ciri-ciri cairannya encer dengan warna putih keabu-abuan beraroma amis. Keputihan akibat bakteri biasanya muncul saat kehamilan, gonta-ganti pasangan, penggunaan alat kb spiral atau iud dan lain sebagainya.
3.      Virus
Keputihan yang diakibatkan oleh virus biasanya bawaan dari penyakit hiv/aids, condyloma, herpes dan lain-lain yang bisa memicu munculnya kanker rahim. Keputihan virus herper menular dari hubungan seksual dengan gejala ada luka melepuh di sekeliling liang vagina dengan cairan gatal dan rasanya panas. Sedangkan condyloma memiliki ciri gejala ada banyak kutil tubuh dengan cairan yang bau yang sering menyerang ibu hamil.
4.      Parasit
Keputihan akibat parasit diakibatkan oleh parasit trichomonas vaginalis yang menular dari kontak seks / hubungan seks dengan cairan yang berwarna kuning hijau kental dengan bau tidak enak dan berbusa. Kadang bisa gatal dan membuat iritasi. Parasit keputihan ini bisa menular lewat tukar-menukar peralatan mandi, pinjam-meninjam pakaian dalam, menduduki kloset yang terkontaminasi, dan lain sebagainya.
2.      Gangguan Reproduksi Pria
Menurut dr. Bambang Edi, Sp.A (1998) Gangguan yang terjadi pada alat/organ reproduksi laki- laki akan menyebabkan terjadinya gangguan pada sperma. Gangguan ini menyebabkan seorang laki-laki menjadi kurang subur bahkan bisa tidak subur, gangguan sperma tersebut biasanya terjadi pada ;
a.       produksi spermanya ;
b.      bentuk spermanya;
c.       faal spermanya;
d.      fungsi spermanya ;
e.       transportasi spermanya.
Selain itu dr bambang Edi, Sp. A mengatakan masih ada gangguan sperma yang tidak diketahui penyebabnya, dan ini semua akan menyebabkan tidak baiknya kualitas dan kuantitas sperma,. Masalah gangguan reproduksi pada pria menurut dr Bambang Edi, Sp.A disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
·         Cryptorchidism : buah pelirnya hanya satu atau tidak ada di dalam kantung pelirnya.
·         Hypospadia : lubang keluar sperma/kencing pada laki-laki di sebelah bawah, biasanya ketika buang air kecil alirannya "tidak deras."
·         Pseudohermaphrodite : bentuk alat kelamin ganda ( laki-laki dan perempuan), tetapi tidak sempurna. Vagina tidak sempurna (tidak memiliki lubang vagina misalnya) atau tidak memiliki vagina.
·         Micro penis: penis kecil / tidak berkembang.
b.      Gangguan Kehamilan
Gangguan kehamilan dapat terjadi kapan saja. Bisa pada saat kehamilan muda, atau pada masa kehamilan mulai menua, selain juga pada saat-saat menjelang persalinan. Setiap masa dalam kehamilan memiliki jenis gangguannya sendiri-sendiri. (BM/Jul, 1995)
Jenis gangguan kehamilan beragam, dari yang ringan sampai yang berat. Semua jenis gangguan kehamilan dapat diatasi. Beberapa di antaranya sebetulnya sudah dapat dicegah. Upaya pencegahan dapat dilakukan selama pemeriksaan kehamilan rutin. Sekurang-kurangnya, menurut BM/Jul (1995) ada 14 jenis gangguan kehamilan yang mungkin timbul dan perlu diwaspadai. Apa saja?
1.      Muntah-muntah
Normal jika mual dan muntah berlangsung dalam triwulan pertama kehamilan. Namun, jika muntah-muntah terjadi berlebihan sampai 7 kali dalam sehari, kondisi ibu menjadi lemah, tidak berselera makan, berat badan menurun, dan nyeri ulu hati. Keadaan demikian tidak boleh dibiarkan. Mintalah bantuan bidan atau dokter. Kemungkinan ibu hamil sedang mengidap penyakit berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Kekurangan makanan dan cairan perlu dikoreksi dengan pemberian cairan infus. Jika tidak dikoreksi, buruk pengaruhnya terhadap anak di kandungan maupun pada diri ibu sendiri.
2.      Kehamilan lewat 5 bulan, tak merasa ada gerakan janin
Jika betul itu dialami, kemungkinan anak sudah mati dalam kandungan. Dokter dan bidan perlu segera memastikannya. Jika dari pemeriksaan tidak terdengar lagi bunyi jantung anak, berarti anak memang sudah mati. Bayi mati dalam kandungan harus segera dikeluarkan. Jika tidak dikeluarkan, dapat mengganggu ibu. Bayi mati di kandungan lama-lama akan mengering, dan perut ibu semakin susut mengecil. Ibu harus curiga bayi sudah mati dalam kandungan jika perutnya semakin hari semakin mengempis.
3.      Berat badan naik berlebihan
Waspadalah jika berat badan ibu hamil naik lebih dari 1 kg dalam seminggu, terkadang disertai tungkai dan mata kaki yang membengkak, tekanan darah meninggi, air seni keruh, nyeri kepala, dan penglihatan berkunang-kunang. Kemungkinan itu merupakan gejala dan tanda pre-eclampsia, yang jika dibiarkan akan masuk ke dalam eclampsia, penyakit yang mengancam nyawa ibu maupun anak jika tidak segera ditanggulangi.
4.      Gangguan ginjal
Ibu hamil juga dapat menderita gangguan ginjal. Sering demam-demam, air seni keruh, tekanan darah mungkin meninggi, sering mual-mual (lagi), atau sampai muntah-muntah, nyeri kepala, dan mungkin tidak enak di pinggang. Gangguan ginjal pada ibu hamil perlu segera diobati. Mungkin perlu perawatan rumah sakit.
5.      Sering berdebar-debar, sesak napas, dan lekas lelah
Waspadalah jika keluhan tersebut berlangsung terus-menerus, dan kian hari kian bertambah berat. Jika tadinya keluhan itu muncul hanya pada saat melakukan aktivitas fisik, namun sekarang tidak melakukan aktivitas fisik pun sudah berdebar dan sesak napas, kemungkinan ada gangguan jantung dalam kehamilan (vitium cordis). Ibu dengan kondisi begini memerlukan perawatan khusus di rumah sakit, dan pertolongan khusus pula sewaktu persalinan.
6.      Anemia
Jika wajah pucat-pasi, merah mata dan telapak tangan pucat, lekas lelah, lemah, dan lesu, kemungkian ibu hamil menderita kurang darah (anemia). Sel-sel darah merah kekurangan unsur hemoglobin. Pada ibu hamil, anemia sering disebabkan oleh kekurangan zat besi. Anemia yang berat bisa mengganggu jantung juga. Keluhan sering berdebar pada pasien anemia kemungkinan karena sudah sampai stadium membebani jantung.
Anemia kekurangan zat besi mudah diatasi dengan pemberian tambahan pil zat besi (sulfas ferosus), atau tablet penambah zat besi lainnya. Anemia dalam kehamilan berefek buruk pada kehamilan, selain juga berefek buruk pada janin yang dikandung. Pasokan zat asam janin kurang dari normal. Gangguan plasenta dan perdarahan pasca-persalinan sering terjadi pada ibu hamil yang anemia.
7.      Gangguan kelenjar gondok
Jika kelopak mata sembab menonjol, tapi bukan sakit mata, jemari gemetar, sering berdebar-debar walau tidak habis melakukan aktivitas fisik, badan terasa lebih panas (gerah) dari biasa, dan banyak berkeringat, kemungkinan ini gejala aktivitas kelenjar gondok di batang leher berlebihan (hyperthyroid).
Kelenjar gondok tidak harus membengkak seperti pada penyakit gondok endemik akibat kekurangan iodium, namun fungsi gondoknya saja yang berlebihan, sehingga menimbulkan keluhan dan gejala seperti di atas itu. Agar tidak sampai mengganggu kehamilan, maupun janin yang dikandung, gangguan kelenjar gondok pun perlu diatasi.
8.      Kencing manis
Ibu hamil dicurigai kencing manis jika bertubuh gemuk, berasal dari keluarga dengan riwayat kencing manis, mengeluh sering haus terus, banyak berkemih, dan merasa lapar terus. Ibu hamil dengan kencing manis akan melahirkan anak yang lebih besar dari normal. Seberapa bisa, kencing manis ibu hamil terkontrol agar tidak berpengaruh buruk terhadap anak yang dikandung. Pertolongan khusus perlu diberikan untuk bayi yang dilahirkan dari ibu yang kencing manis.
9.      Ibu hamil dengan infeksi
Ibu hamil dengan demam tinggi dan berlangsung lebih dari 3 hari harus dipikirkan kemungkinan terjadi infeksi. Apa pun penyebab infeksinya, tidak menyehatkan bagi janin yang dikandung. Dokter perlu memeriksa kalau-kalau infeksinya berefek buruk terhadap anak.
10.  Kejang-kejang
Ibu hamil dengan kejang-kejang tidak boleh dianggap enteng. Kejang-kejang sendiri bisa disebabkan oleh infeksi selaput otak (meningitis), atau pada otak sendiri (encephalitis). Namun, paling sering disebabkan oleh penyakit eclampsia seperti sudah dibahas di atas. Jangan tunda pergi ke dokter, sebab setiap kejang-kejang harus dianggap keadaan yang serius.
11.  Keluar darah dan lendir dari liang rahim
Keluar darah dari liang rahim pada masa kehamilan kurang dari 28 minggu atau 7 bulan, kemungkinan terjadi keguguran. Ancaman keguguran yang masih awal dapat dibendung dengan perawatan khusus, agar janin selamat sampai cukup bulan. Namun akan gagal mempertahankan kehamilan jika perdarahan telanjur banyak dan berlebihan.
Keluar darah pada kehamilan yang lebih tua, kemungkinan ada gangguan pada air-ari. Keluar darah dapat disertai rasa nyeri mulas melilit di perut bawah, bisa juga tidak. Keluarnya darah dengan rasa nyeri disertai keluarnya lendir, apalagi jika sampai keluar air ketuban (menyerupai air seni), tergolong keadaan gawat darurat kehamilan. Ibu harus segera dilarikan ke rumah sakit, mencegah seberapa mungkin dalam 24 jam kehamilan masih dapat dipertahankan.
12.  Kehamilan terganggu
Jika pada kehamilan muda (6-10 minggu) atau kurang dari dua setengah bulan keluar perdarahan dari liang rahim, disertai nyeri, mulas melilit di perut bawah, selain kemungkinan keguguran, dapat juga sebab kehamilan yang terganggu (KET atau Kehamilan Ektopik Terganggu).
Normalnya, kehamilan tumbuh di dalam rongga rahim. Namun, tidak demikian dengan kehamilan yang tersasar ke tempat tumbuh yang lain. Kehamilan di luar rahim disebut kehamilan ektopik (ectopic pregnancy), yang dapat terjadi di saluran telur, indung telur, atau di mana saja di luar rahim. Kehamilan di luar rahim dapat saja selamat sampai kehamilan cukup bulan, namun lebih sering mengalami gangguan. Jika kehamilan yang tersasar sampai terganggu, terpaksa anak harus dikeluarkan kendati belum cukup bulan.
13.  Keluar darah setelah kehamilan 28 minggu
Jika keluar darah setelah kehamilan 28 minggu atau 7 bulan, kemungkinan ada gangguan pada ari-ari. Kalau bukan luruhnya ari-ari dari perlekatannya pada dinding rahim (solutio placentae), kemungkinan lain adalah mengelupasnya sebagian tepi ari-ari dari dinding rahim lantaran lokasi perlekatannya berada di sekitar mulut rahim (placentae praevia). Keduanya tergolong gawat darurat yang memerlukan pertolongan rumah sakit segera.
14.  Keluar cairan ketuban
Ketuban atau bungkus bayi dalam kandungan tidak boleh pecah sebelum tiba waktunya persalinan. Jika sampai pecah, berarti cairan ketuban akan tumpah keluar dari liang rahim, dan anak yang seharusnya terlindung steril di dalamnya terancam bahaya tercemar oleh bibit penyakit dari dunia luar. Keadaan ini disebut Ketuban Pecah Dini (KPD), yakni keluar cairan menyerupai air seni tapi tak berbau pesing, sebelum merasa mulas-mulas tanda awal persalinan.
Adakalanya, cairan ketuban tidak bening lagi, melainkan sudah kehijau-hijauan, tanda sudah terinfeksi kuman dari luar. Infeksi cairan ketuban mengancam janin yang terbungkus di dalamnya. Ini pun tergolong gawat darurat. Janin perlu diselamatkan agar tidak sampai menderita infeksi di dalam kandungan ibunya.
c.       Gangguan Persalinan
Gangguan atau kelainan dalam persalinan menurut nawainruk (1996) antara lain :
1.      Persalinan preterm
Persalinan pretem adalah yang terjadi belum waktunya, dimana janin sudah keluar pada usia kehamilan 20 hingga 37 minggu. Beberapa keadaan yang menimbulkan persalinan preterm antara lain : hipertensi, perkembangan janin terhambat, solusio plasentae, pusar melilit, kelainan rhesus darah, diabetes, ketuban pecah terlalu dini, dan kehamilan ganda.
2.      Persalinan lewat waktu
Persalinan lewat waktu yaitu yang berasal dari kehamilan melewati waktu 294 hari atau 42 minggu. Kasus ini terjadi dengan tidak munculnya his (mules) karena kurangnya cairan ketuban, ketidaknormalan plasenta, dan kerentanan terhadap stress.
3.      Plasenta previa (pusar melilit)
plasenta yang letaknya abnormal, berada di bagian segmen bawah uterus sehingga menghalangi jalan lahir. Penyebab kelainan ini belum jelas namun berkaitan dengan kehamilan pertama usia tua, bekas operasi sesar, bekas aborsi, kelainan janin, tumbuhnya mioma uteri. Persalinan dengan masalah seperti ini dilakukan melalui operasi sesar (seksio sesarea).
4.      Distosia
Distiosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Hal ini terjadi karena tenaga dan kontraksi (his) yang lemah karena mioma uteri, kelainan letak dan bentuk janin (misalnya pada kasus hydrochephalus, pertumbuhan janin berlebih, dan tali pusat mendahului jalan lahir), kelainan jalan lahir.
5.      Inersia uteri
Inersia uteri yaitu kelainan his yang kekuatannya lemah, tidak sebanding dengan beban yang harus ditanggung. Dengan demikian tenaga tidak kuat melakukan pembukaan serviks untuk mendorong janin keluar. Kejadian ini terutama pada Ibu yang anemia dan faktor emosi yang kurang stabil.
6.      Bayi sungsang
Bayi sungsang yaitu persalinan dengan janin terletak memanjang dengan kepada di fundus uter (atas) dan pantat di bagian bawah kavum uteri (bawah). Pada peristiwa ini, kelahiran di awali dengan keluarnya bagian dari kecil semakin membesar, yaitu pantat bayi, kemudian bahu, dan terakhir kepala. Hal ini disebabkan kasus hydrochephalus, panggul sempit, kelainan bentuk uterus, kehamilan ganda, plasenta previa.
7.      Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini yaitu pecahnya ketuban atau robeknya selaput ketuban yang kemudian diikut dengan memancarnya cairan, sebelum atau diawal munculnya tanda-tanda persalinan. Penyebabnya belum jelas, namun banyak terjadi pada Ibu dengan infeksi alat kelamin, kehamilan preterm, dan kelainan cerviks. Bila tidak segera ditangani maka nyawa janin terancam karena hidup dalam rahim kekurangan atau bahkan kehabisan cairan ketuban.
8.      Infeksi intra partum
Infeksi intrapartum yaitu infeksi yang terjadi dalam persalinan. Infeksi ini terjadi pada perlakuan periksa dalam lebih dari dua kali (kemungkinan kondisi kurang streril), keadaan Ibu yang lemah, ketuban pecah dini, atau penyakit infeksi pada vagina.
d.      Gangguan Masa Nifas
Menurut Lowdermilk (1996 ) Puerperium (masa nifas) atau periode pasca persalinan umumnya berlangsung selama 6 – 12 minggu dan mengalami gangguan-gangguan seperti :
1.      Gangguan Traktus Urinarius
24    jam pasca persalinan, pasien umumnya menderita keluhan miksi akibat :
·         Depresi pada reflek aktivitas detrussor yang disebabkan oleh tekanan dasar vesika urinaria saat persalinan.
·         Fase diuresis pasca persalinan, bila perlu retensio urine dapat diatasi dengan melakukan kateterisasi.
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan Sectio Caesar. 10% pasien pasca persalinan menderita inkontinensia (biasanya stress inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot dasar panggul.
Retensio Urine
·         Sensasi dan kemampuan pengosongan kandung kemih terganggu akibat pemberian anaestesi atau analgesi.
·         Ching-chung dkk (2002) : angka kejadian retensio urine pasca persalinan 4%
·         Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dauer catheter selama 24 jam
·         Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka nampaknya ada gangguan proses urinasinya. Maka biarkan kateter tetap terpasang dan dibuka – tutup setiap 4jam, bila volume urine < 200 ml – kateter dilepas dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa
Retensio urine kemungkinan oleh karena hematoma atau edema sekitar urtehra sehingga terapi meliputi : antibiotika dan obat anti inflamasi.

2.      Gangguan Pencernaan
Sejumlah pasien pasca persalinan mengeluh konstipasi yang umumnya tidak memerlukan intervensi medis. Bila perlu dapat diberi obat pencahar supositoria ringan (dulcolax).
Haemorrhoid yang diderita selama kehamilan akan menyebabkan rasa sakit pasca persalinan dan keadaan ini memerlukan pemberian obat supositoria.
3.      Nyeri Punggung
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga dan menetap setelah persalinan dan pada masa nifas.
Kejadian ini terjadi pada 25% wanita dalam masa puerperium namun keluhan ini dirasakan oleh 50% dari mereka sejak sebelum kehamilan. Keluhan ini menjadi semakin hebat bila mereka harus merawat anaknya sendiri.
4.      Gangguan Psikologi Pada masa Nifas
Keberadaan bayi tidak jarang justru menimbulkan “stress” bagi beberapa ibu yang baru melahirkan.
Ibu merasa bertanggung jawab untuk merawat bayi, melanjutkan mengurus suami, setiap malam merasa terganggu dan sering merasakan adanya ketidak mampuan dalam mengatasi semua beban tersebut.
Banyak wanita pasca persalinan menjadi sedih dan emosional secara temporer antara hari 3 – 5 (third day blues) dan kira-kira 10% diantaranya akan mengalami depresi hebat.
“Third Day Blues”
Etiologi tak jelas, diperkirakan karena gangguan keseimbangan hormonal, reaksi eksitasi akibat persalinan dan perasaan tak mampu untuk menjadi seorang ibu.
“Third days blues” dapat berupa :
·         Lanjutan rasa cemas saat kehamilan dan proses persalinan
·         Rasa tak nyaman pada masa nifas dan tak mampu menjadi orangtua.
·         Ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan berguna
·         Rasa lelah pasca persalinan dan kurang tidur /istirahat
·         Penurunan gairah seksual atau tidak lagi menarik seperti waktu masih gadis
·         Labilitas emosional.
·         Depresi berat sampai beberapa minggu-bulan.
Penatalaksanaan : terapi medis, diskusi dengan paramedis, penjelaskan mengenai apa yang terjadi dan bila pasien menghendaki maka kunjungan keluarga dibatasi.
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa rooming-in dapat mengurangi kejadian “third days blues”
5.      Gangguan kontasepsi dan Sterilisasi
Masa puerperium dini adalah saat terbaik untuk membahas mengenai kontrasepsi.
Masa infertilitas anovulatoar hanya berlangsung selama 5 minggu pada pasien yang tidak memberikan ASI dan 8 minggu pada yang memberikan ASI secara penuh.
Tubektomi dikerjakan saat SC atau maksimum 24 – 48 jam pasca persalinan normal.
Beberapa pasangan menghendaki agar tubektomi dilakukan 6 – 8 minggu pasca persalinan untuk memberikan kesempatan bagi kesehatan anak dan memahami sepenuhnya arti sterilisasi permanen bagi keluarganya.
Kontrasepsi alamiah dimulai segera setelah pasien mendapatkan haid. Perlindungan kontrasepsi alamiah pada pemberi ASI sekitar 98% sampai selama 6 bulan.
Pada pasien non laktasi, pemberian kontrasepsi oral kombinasi ( sediaan kombinasi estrogen < 35 µg dan progestin ) diberikan paling cepat 2 – 3 minggu pasca persalinan, jangan melakukan pemberian yang terlalu dini oleh karena pasien masih dalam “hypercoagulable state”
Pada pasien laktasi dapat diberikan kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin (norethindrone 0.35 mg) atau injeksi Depo-Provera® 150 mg setiap 3 bulan agar tidak terjadi penekanan proses laktasi.
Implan Levonorgestrel dapat diberikan setelah laktasi berlangsung dengan lancar (segera atau 6 minggu pasca persalinan), keberatan penggunaan metode ini adalah: perdarahan iregular, mahal dan kesulitan dalam pemasangan atau pengeluaran.
IUD ( copper containing T Cu Ag® , Paraguard t 380A® , Progesterone-releasing Progestasert ®, levonorgestrel-releasing Mirena ® ) sangat efektif dalam pencegahan kehamilan dan sebaiknya dipasang pada kunjungan post partum pertama atau segera setelah persalinan (kejadian ekspulsi sangat tinggi)
Jenis kontrasepsi bagi ibu pada masa laktasi  :
F     Kontrasepsi oral jenis ‘Progestine–only’ 2 - 3 minggu pasca persalinan
F     Depo Provera® 6 minggu pasca persalinan
F     Implan hormon 6 minggu pasca persalinan
F     Kontrasepsi oral kombinasi diberikan 6 minggu pasca persalinan dan hanya bila ASI sudah berlangsung dengan baik dan status gizi anak harus diawasi dengan baik

B.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Maternal
Faktor-faktor yang mempengaruhi maternal menurut Wiknjosastro (1994) adalah :
a.       rendahnya kesadaran masyarakat
Faktor penyebab tingginya angka kematian ibu di indonesia diantaranya disebabkan belum adanya kesadaran dari berbagai elemen-elemen masyarakat tentang pentingnya kesehatan ibu, tidak terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan kesehatan atau terbatasnya tempat pelayanan kesehatan, juga letak geografis daerah yang sukar di jangkau oleh tenaga medis untuk memberikan pelayanan kesehatan, disamping perbedaan latar belakang kondisi ekonomi, sosial budaya di daerah tersebut. Disamping itu, lemahnya dukungan dan perhatian pemerintah daerah setempat terhadap kaum perempuan di indonesia turut mempengaruhi tingginya angka kematian ibu di indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan serta program-program yang dikeluarkan, serta minimnya dana yang dikeluarkan untuk kesehatan ibu atau untuk menekan angka kematian ibu.
b.      ketidak harmonisan antara bidan dan dukun
Faktor penyebab lainnya adalah hubungan tidak harmonis antara dukun tradisional dan bidan desa, sebagai dampak dari kebijakan pemerintah yang mengharuskan setiap persalinan atau proses kelahiran harus ditangani oleh bidan desa atau dokter. Dukun di desa yang sebelumnya memegang peranan penting dalam proses kelahiran di daerah yang sulit dijangkau harus mengikuti anjuran dari pemerintah. Namun, karena terbatasnya tenaga medis (bidan desa serta dokter) serta medan geografis yang sulit dijangkau membuat tenaga medis tidak bisa segera memberikan bantuan persalinan ibu yang akan melahirkan. Hal tersebut mengakibatkan kondisi ibu yang akan melahirkan kritis dan akhirnya proses kelahiran kembali ditangani oleh dukun tradisional, yang notabene tinggal berdekatan dengan pasien. Akibatnya timbul asumsi pada masyarakat bahwa tingginya angka kematian ibu disebabkan karena tindakan dukun tradisional dalam proses persalinan, bukan karena keterlambatan penanganan dalam proses kelahiran.
c.       terbatasnya tempat pelayanan kesehatan
Minimnya atau tebatasnya tempat pelayanan kesehatan juga mempengaruhi tingkat angka kematian ibu di indonesia yang cukup tinggi. Masalah tersebut timbul disebabkan banyaknya lokasi yang sulit dijangkau dan juga kurangnya tenaga medis terlatih untuk menangani masalah – masalah kesehatan terutama pertolongan ibu yang akan melahirkan. Hal ini turut didukung dengan kurangnya penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan ibu (kurangnya pemberian materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi/KIE) sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan ibu, seperti pengetahuan akan masa sebelum kehamilan, saat hamil, atau paska persalinan, atau pentingnya asupan gizi bagi ibu hamil.
d.      Pendidikan
Masih rendahnya tingkat pendidikan perempuan di indonesia juga menyebabkan tingginya angka kematian ibu, menurut data dari Depertemen Pendidikan Nasional 2002/2003 menyebutkan bahwa angka buta aksara di indoneia adalah masih tinggi. Faktor ketidakmampuan membaca dan menulis tersebut turut mengakibatkan kurangnya informasi atau pengetahuan yang di dapat oleh masyarakat indonesia.


e.       ketidaksetaraan gender
Banyak ditemukannnya kasus ketidaksetaraan gender di masyarakat, membuat perempuan menjadi nomor dua dan laki-laki yang berkuasa. Membuat perempuan hanya bisa menerima dan menurut saja. Mengakibatkan timbul tindak kekerasan terhadap perempuan, perempuan tidak bisa melawan atau memiliki suara. Kekerasan terhadap perempuan merupakan persoalan berbasis ketidakadilan gender yang terjadi pada masyarakat. Gerakan suami siaga (siap antar jaga) pun kurang mengubah keadaan, karena rendahnya tingkat partisipasi pria di indonesia.
f.       sosial budaya
Faktor sosial budaya juga menjadi salah satu penyebab buruknya kondisi kesehatan dan gizi kaum perempuan di indonesia. Kondisi kesehatan ibu dan anak bayi sangat buruk, tetapi tidak diperhatikan karena dinilai bukan kebutuhan mendesak.
g.      Ekonomi
Hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan masalah kematian maternal di masyarakat biasanya bukan sebagai penyebab langsung. Kematian maternal biasanya berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan bergizi, tempat tinggal yang memenuhi persyaratan serta biaya untuk pemeliharaan kesehatan.
Keempat kasus kematian maternal jika ditinjau keadaan sosial dan ekonomi merupakan keluarga pra-sejahtera. Keadaan rumah informan umumnya kecil, kotor dan kurang terurus. Pekerjaan pokok suami adalah petani atau buruh swasta dengan penghasilan yang jauh dari cukup. Akibatnya masalah kesehatan masih jauh dari harapan. Mereka memang telah mengenal ANC dengan bidan namun hal-hal yang menyangkut kesehatan secara keseluruhan mereka kurang paham. Bahkan mengenal tanda kegawatdaruratan obstetri pun mereka tidak mampu. Hal ini didukung oleh latar belakang pendidikan suami-istri yaitu lulus SD atau SMP dan SMA satu orang.




C.    Sikap Perawat dalam Maternitas
Sikap perawat menurut Leinginer (1991) yaitu :
1.      Mempertahankan
Mempertahankan perilaku yang dilakukan pasien bila perilaku pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, Seperti contoh pada waktu kehamilan pasien atau wanita yang sedang hamil berjalan-jalan kecil setiap hari.
2.      Menegosiasi
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein yang
lain, seperti sumber protein nabati.
3.      Merubah atau mengganti
Restrukturisasi perilaku klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya seblum hamil merokok setelah hamil menjadi  tidak merokok bahkan pasien dapat meninggalkan rokok selamanya. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
           






DAFTAR PUSTAKA

Bobak,dkk. 1995. Buku Ajar Maternitas. jakarta : Buku Kedokteran EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar